Kamis, 24 Mei 2018

Pembuktian Fajar/Rian di Piala Thomas Perdana

Fajar/Rian menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia di babak delapan besar Piala Thomas 2018 (dok. PBSI)
Pasangan ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto berhasil membuktikan diri setelah menjadi penentu kemenangan tim Thomas Indonesia kedua kalinya. Padahal Piala Thomas tahun ini merupakan edisi perdana bagi mereka dapat tampil di ajang bergengsi ini.

Fajar/Rian merupakan pasangan dengan peringkat 12 dunia dan telah mengoleksi satu gelar turnamen BWF tahun ini yakni di ajang Malaysia Masters 2018 Januari lalu. Fajar/Rian yang awalnya sempat diragukan untuk masuk ke tim Thomas karena kurang konsisten, akhirnya mereka berhasil menyingkirkan kandidat lainnya seperti Rian Agung/Angga Pratama dan Berry Angriawan/Hardianto.

Saat tim Thomas Indonesia memulai petualangannya di babak penyisihan grup B Piala Thomas 2018 melawan Kanada, Fajar/Rian langsung diberikan kesempatan untuk melakoni debutnya di ajang bergengsi ini sebagai pasangan ganda putra pertama di partai keempat.

Fajar/Rian tidak menemui kesulitan berarti di pertandingan pertamanya setelah berhasil mengalahkan pasangan asal Kanada, Jason Anthony Ho-Hsue/Nyl Yakura dengan dua gim langsung 21-17 21-14.

Kemenangan di pertandingan perdana membuat pasangan Fajar/Rian kembali dipercaya untuk tampil di pertandingan kedua babak penyisihan grup B melawan tuan rumah Thailand. Saat itu mereka tampil di partai keempat sebagai ganda putra kedua.

Takluknya pasangan ganda putra nomor satu di dunia, Kevin/Gideon membuat Thailand berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1-1 setelah sebelumnya tertinggal 0-1 melalui poin yang dihasilkan oleh Anthony Sinisuka Ginting. Di partai ketiga, Ihsan Maulana Mustofa mampu kembali membawa tim Indonesia unggul 2-1 setelah mengalahkan Kantaphon Wangcharoen.

Pada partai keempat, banyak pecinta bulutangkis Indonesia yang ragu dengan Fajar/Rian akan meraih kemenangan karena merasa tertekan menjadi penentu pertandingan di Piala Thomas pertamanya. Namun ternyata mereka mampu menjawab keraguan semuanya setelah mengalahkan pasangan Tinn Isriyanet/Dechapol Puavaranukroh dalam 33 menit dengan angka 21-10 dan 21-18. Kemenangan tersebut akhirnya membuat Indonesia berhasil melaju ke babak delapan besar Piala Thomas 2018 dan Fajar/Rian langsung mendapatkan banyak pujian.

Pertandingan terakhir tim Indonesia di babak penyisihan grup B melawan Korea, sekaligus perebutan juara grup, Fajar/Rian diistirahatkan sejenak dan posisinya digantikan oleh pasangan juara dunia dua kali, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Tim Indonesia akhirnya berhasil keluar sebagai juara grup setelah menaklukan Korea dengan skor 3-2. Pertandingan selanjutnya tim Indonesia ditantang oleh negara tetangga, Malaysia di babak delapan besar.

Pada pertandingan melawan Malaysia, Indonesia sempat tertinggal 1-0 setelah Anthony Ginting harus menyerah dari Lee Chong Wei. Namun Indonesia mampu membalikkan kedudukan menjadi 1-2 setelah Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Jonatan Christie meraih kemenangan dan memberikan 2 poin penting bagi tim Indonesia.

Di partai keempat, pelatih ganda putra, Herry Iman Pierngadi menyerahkan kepada Fajar/Rian untuk bisa kembali menyumbang poin bagi tim Indonesia. Benar saja, Fajar/Rian akhirnya untuk kedua kalinya menjadi penentu kemenangan Indonesia dan meloloskan tim Indonesia melaju ke semifinal setelah mengalahkan pasangan Malaysia, Aaron Chia/Teo Ee Yi dalam pertarungan tiga gim dengan angka 21-18, 10-21, dan 21-9.

Keberhasilan Fajar/Rian menjadi penentu kemenangan di dua pertandingan tim Indonesia seakan menjawab keraguan yang ditujukan kepada mereka sekaligus membuktikan bahwa mereka dapat diandalkan tim Indonesia.

Sabtu, 12 Mei 2018

Kejutan Dini Piala Thomas dan Uber 2018 (Part 2)

(foto: BWF)
Piala Thomas dan Uber 2018 tinggal menghitung hari. Tiap edisinya, selalu saja banyak kejutan yang disajikan pada ajang turnamen beregu putra dan putri paling bergengsi di dunia ini. Pada tahun ini, meskipun Piala Thomas dan Uber belum dimulai, namun sudah sangat banyak kejutan yang diberikan. Dimulai dari kelolosan dan mundurnya negara peserta hingga absennya bintang dunia dan munculnya para debutan.

Jika di bagian pertama kita sudah membahas kejutan dari negara-negara peserta, kali ini dari pemain-pemain yang harus absen dan akan tampil di Piala Thomas dan Uber 2018 tidak kalah mengejutkan.

PIALA THOMAS
Dimulai dari skuat di Piala Thomas, tim Indonesia banyak dipertanyakan mengenai pemilihan Firman Abdul Kholik ke dalam tim dibandingkan pemain senior, Tommy Sugiarto. PBSI menilai performa Firman di BATC saat semifinal Indonesia melawan Korea, Firman menjadi penentu kemenangan bagi Indonesia setelah mengalahkan Lee Dong Keun. Padahal, performa Firman sebelum dan sesudah BATC tidak istimewa bahkan cenderung mengecewakan. Berbeda dengan Tommy Sugiarto yang secara ranking dunia lebih unggul dan pada tahun ini sudah meraih gelar yakni di Thailand Masters.

Selain perdebatan Firman dan Tommy, kejutan lain adalah tersingkirnya pasangan ganda putra senior, Angga Pratama/Rian Agung Saputro yang digantikan oleh Fajar Alfian/Rian Ardianto. Namun pemilihan pasangan ini bisa dibilang cukup masuk akal. Meskipun Fajar/Rian masih inkonsisten, namun dalam setahun belakangan pasangan ranking 12 ini cukup mengesankan. Fajar/Rian mampu menaiki podium sebanyak 3 kali, 1 diantaranya berhasil keluar sebagai juara pada turnamen Malaysia Masters Januari lalu. Sedangkan pasangan Angga/Rian, sejak kembali dipasangkan mereka belum menunjukkan penampilan terbaiknya. Terlebih di turnamen terakhirnya, Badminton Asia Championship, Angga Pratama mengalami cedera engkel dan terpaksa mundur di babak kedua.

Dari negara tetangga, Thailand dan Malaysia ternyata juga mengumumkan skuat yang cukup mengejutkan. Thailand tidak mendaftarkan salah satu tunggal putra andalannya, Tanongsak Saensombonsuk dan pemain paling senior, Bodin Issara. Kedua pemain tersebut digantikan oleh Pannawit Thongnuam dan Tanupat Viriyangkura. Baik Pannawit dan Tanupat tahun ini merupakan debutnya di Piala Thomas.

Sementara Malaysia membuat gebrakan dengan memasukan nama juara Asia dan runner-up Dunia junior tahun lalu, Leong Jun Hao. Selain Leong, ada juga nama Lee Zii Jia yang merupakan peraih medali perunggu kejuaraan Dunia junior 2016. Kedua pemain yang baru 'lulus' junior tersebut tak terduga, karena banyak pecinta bulutangkis mengira Daren Liew dan Chong Wei Feng yang terpilih. Tidak hanya sektor tunggal, ganda putra pun BAM memilih pemain debutan. Ong Yew Sin yang sebelumnya berpasangan dengan Teo Ee Yi, posisinya digantikan oleh pemain non-pelatnasnya Malaysia, M. Arif Abdul Latif. Nama Arif Abdul Latif mungkin tidak asing bagi pecinta bulutangkis Indonesia, karena ia sering berpasangan dengan pemain asal Indonesia, Rusyidina Antardayu Riodingin di ganda campuran. BAM juga memasukkan pasangan muda, Aaron Chia/Sooh Woi Yik.

Tidak hanya Malaysia & Thailand yang berani menurunkan pemain debutan, salah satu negara kuat Asia lainnya, India justru lebih nekat. PBSI-nya India lebih memilih pemain junior yakni Sen Lakshya dibandingkan tunggal putra utamanya, Srikanth Kidambi. Dari sektor ganda putra, India juga harus merelakan tanpa Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty yang harus absen karena ada ujian nasional. Sedangkan untuk menggantikan pasangan tersebut, India memasukan 2 ganda yang cukup asing di telinga yakni Arjun M.R/Ramchandran Shlok dan Arun George/Sanyam Shukla.

Rival Indonesia lainnya, Korea pun tidak tampil dengan kekuatan penuh. Secara mengejutkan, Lee Dong Keun yang sebelumnya didaftarkan kini namanya dicoret dan digantikan oleh Ha Young-woong. Selain itu ada pula nama pemain yang baru lulus junior yaitu Kwang Hee Heo di sektor tunggal putra dan Kang Min-Hyuk di sektor ganda putra.

Sang juara bertahan, Denmark tidak banyak mengalami perubahan. Carsten Mogensen kembali harus absen karena masih sibuk pemulihan cedera. Dari skuat edisi lalu, hanya pertukaran di sektor tunggal putra. Anders Antonsen akhirnya bisa merasakan Piala Thomas tahun ini setelah Emil Holst yang secara mengejutkan memilih pensiun dini karena sudah kehilangan motivasi dan semangatnya untuk bermain bulutangkis.

PIALA UBER
Tidak seperti Piala Thomas, di Piala Uber tahun ini sebenarnya tidak terlalu banyak negara yang nekat dan kehilangan pemainnya. Namun meski begitu nama-nama yang absen itu cukup membuat kita bertanya-tanya. Negara pertama adalah Korea. Ntah apa rencana dari negeri Ginseng ini. Dari tunggal putri saja, Kim Hyo Min disingkirkan oleh pemain yang belum mencapai usia 17 tahun, An Se-young. Selain itu ada nama Lee Se-Yeon yang bisa dibilang masih sangat asing di telinga kita. Padahal Korea masih memiliki salah satu tunggal putri muda yang cukup disegani, Kim Ga Eun

Tidak hanya tunggal putri, sektor ganda putri bahkan lebih mengejutkan. Dari daftar skuat yang ada, tidak ada nama pemain senior seperti Chang Ye Na, Lee So Hee, Jung Kyung Eun, dan Chae Yu Jung. Korea hanya menyisipkan satu nama senior yakni Shin Seung Chan. Sisanya adalah pemain muda yaitu Kong Hee Yong, Kim So-Yeong, Kim Hye Rin, dan pasangan baru lulus junior, Baek Ha Na/Lee Yu Rim. Dengan skuat yang mayoritas muda-muda, sungguh patut diapresiasi apa yang dilakukan tim Korea ini.

Piala Thomas dan Uber tahun ini sepertinya bukanlah menjadi target utama dari tim India. Sama seperti Thomas, tim Uber-nya pun kembali tanpa salah satu tunggal terbaiknya, Sindhu Pusarla. Absennya Sindhu menjadikan Saina sebagai andalan mereka. Bahkan di sektor tunggal putri, India memilih pemain muda semua yaitu Vaishnavi Reddy Jaka, Anura Prabhudesai, dan Sri Krishna Priya Kudaravalli. Ketiga pemain tersebut secara ranking diatas 60 dunia semua. Sedangkan sektor ganda putri, juga tidak ada pasangan Ashwini Ponnappa/Sikki Reddy. Ganda putri utama mereka adalah Sanyogita Ghorpade/Prajakta Sawant yang berada di peringkat 79 dunia. Satu ganda lainnya masih sangat asing di dengar yaitu Meghana Jakkampudi/Poorvisha S. Ram.

Jika Korea dan India lebih memilih pemain muda yang sebenarnya para pemain seniornya tidak bermasalah, beda cerita dengan Denmark. Bisa dibilang tim Uber Denmark tahun ini adalah yang tersial. Mereka harus kehilangan pasangan nomer 2 dunia, Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl karena bermasalah dengan kesehatan keluarga Pedersen. Absennya pasangan tersebut hanya digantikan oleh pemain muda potensial Alexandra Boje. Namun beberapa hari kemudian, Borje ternyata harus absen karena Apendisitis. Hingga akhirnya di Piala Uber nanti Denmark hanya akan diperkuat 9 pemain.

Dari negara peserta lain tidak terlalu mengejutkan, hanya tak ada nama Lee Chia Hsin dan Woon Khe Wei di skuat Taiwan dan Malaysia. Sisanya seperti China, Jepang, Indonesia, Thailand, dan negara lainnya tampil dengan kekuatan penuh.

Meskipun cukup banyak pemain bintang yang harus absen di Piala Thomas dan Uber, tentunya masih akan tetap dinantikan. Hal positif dari absennya para andalan adalah kita bisa melihat lebih cepat persaingan bulutangkis di masa yang akan datang. Selain itu jangan pernah melupakan negara peserta lain yang pastinya akan tampil dengan sebaik mungkin dan tidak ingin hanya menjadi tim pelengkap di turnamen sebesar Piala Thomas dan Uber tahun ini.

Kamis, 10 Mei 2018

Kejutan Dini Piala Thomas dan Uber 2018 (Part 1)


Piala Thomas dan Uber 2018 tinggal menghitung hari. Tiap edisinya, selalu saja banyak kejutan yang disajikan pada ajang turnamen beregu putra dan putri paling bergengsi di dunia ini. Pada tahun ini, meskipun Piala Thomas dan Uber belum dimulai, namun sudah sangat banyak kejutan yang diberikan. Dimulai dari kelolosan dan mundurnya negara peserta hingga absennya bintang dunia dan munculnya para debutan.

Masih segar dalam ingatan kita pada Februari lalu, di Badminton Asia Team Championship (BATC) yang sekaligus kualifikasi Piala Thomas dan Uber, ada pertandingan beregu putra yang sangat menentukan antara 2 negara kuat Asia yakni Malaysia melawan Hongkong di babak 8 besar. Dalam pertandingan tersebut Malaysia sukses mengalahkan Hongkong 3-0 dan membuat Ng Ka Long, dkk harus mengikhlaskan gagal lolos ke Thomas Cup. Namun sebulan berselang, keberuntungan berpihak kepada Hongkong. Tim beregu putra England yang berstatus sebagai runner-up European Men's Team Badminton Championship dan berhak lolos ke Thomas Cup, memilih mundur karena suatu hal dan posisinya digantikan oleh negara yang sebelumnya gagal lolos yakni Hongkong. Hongkong dipilih karena memiliki ranking tim terbaik. Sebuah kejutan yang luar biasa dimana kita tidak akan bisa melihat salah satu tunggal putra terbaik Eropa, Rajiv Ouseph dan pasangan ganda putra peraih medali perunggu Olimpiade 2016, Marcus Ellis/Chris Langridge.

Dari peserta Piala Uber, ada juga negara peserta yang mundur. Kali ini adalah Spanyol. Negara pemilik peraih medali emas Olimpiade 2016 sektor tunggal putri, Carolina Marin itu yang mendapatkan slot ke Piala Uber memilih mundur karena terkendala cedera yang menimpa para pemainnya. Posisi Spanyol tersebut akhirnya digantikan oleh tim ranking terbaik. Bulgaria dan Inggris adalah negara yang mendapatkan undangan itu, namun kedua negara menolak hingga akhirnya Prancis yang menerima undangan tersebut. Sungguh sangat disayangkan kita tidak bisa mendengar teriakan super dari Carolina Marin di Piala Uber tahun ini.

Seminggu berselang di benua yang berbeda, ada sebuah pencapaian yang sebenernya mengejutkan namun tidak banyak yang peduli. Algeria akhirnya untuk pertama kalinya bisa mewakili benua Afrika dalam Piala Thomas 2018 setelah menjadi juara All Africa Men's Team Badminton Championship 2018 dengan mengalahkan Nigeria. Sebelumnya wakil Afrika yang berlaga di Piala Thomas hanyalah Afrika Selatan dan Nigeria. Sementara di Piala Uber, setelah 2 tahun lalu menjadi penampilan perdananya, di tahun ini Mauritius kembali menjejakan dirinya sebagai wakil Afrika di Piala Uber. Sungguh pencapaian yang cukup luar biasa bagi Algeria dan Mauritius. Hal tersebut menandakan bahwa bulutangkis Afrika tidak hanya dikuasai Afrika Selatan dan Nigeria saja. Semoga suatu saat nanti wakil Afrika juga bisa berbicara banyak di pentas dunia.

Banyaknya kejutan ini membuat Piala Thomas dan Uber 2018 ini tentu akan semakin dinantikan oleh seluruh pecinta bulutangkis di dunia. Selain itu mari kita berharap TUC tahun ini bakal berjalan lebih sengit dan seru untuk ditonton serta tak lupa mendoakan tim Indonesia agar mendapatkan hasil yang terbaik.

Jumat, 20 April 2018

Mau Pilih yang Mana, Chico?

Chico Aura di podium WJC 2016. (foto: badmintonindonesia.org)
Sudah hampir 2 tahun kita mendapatkan sebuah kabar bahagia sekaligus secercah harapan pada olahraga bulutangkis di sektor tunggal putra. Ada seorang pemuda kelahiran 15 November 1998 asal Jayapura, tanpa diduga-duga mampu tampil luar biasa di Kejuaraan Dunia junior 2016 yang berlangsung di Bilbao, Spanyol. Ya, pemuda tersebut bernama Chico Aura Dwi Wardoyo.

Chico yang sejak awal sama sekali tidak diunggulkan, ternyata sukses melaju ke final. Bukan tanpa alasan memang, saat itu beban medali di ajang World Junior Championship (WJC) 2016 sektor tunggal putra memang bukan untuknya, melainkan untuk Gatjra Piliang, ia hanya diberikan target melaju hingga babak perempat final. Apalagi pada saat Asia Junior Championship (AJC)
beberapa bulan sebelumnya, Chico hanya bisa melaju hingga babak 32 besar. Tanpa adanya target tinggi dari tim pelatih dan kesempatan terakhirnya bagi dia mengikuti kejuaraan elit junior, mungkin hal tersebut yang membuat Chico tampil habis-habisan tanpa beban di WJC 2016.

Chico baru memulai petualangannya di WJC 2016 pada babak kedua, saat itu ia menang dua game langsung dengan skor yang sangat telak atas wakil Turki, Kubilay Sadi. Selanjutnya di babak ketiga, giliran Egor Kurdyukov asal Rusia yang menjadi korban keganasannya. Pada babak keempat, Chico mulai membuat kejutan setelah berhasil mengalahkan semifinalis AJC 2016, Liu Haichao dari China. Tak sampai disitu, di babak 16 besar ia mengalahkan unggulan ketiga asal Thailand, Pachaarapol Nipornram. Ng Zin Rei Ryan, asal Singapura menjadi korban kedua unggulan yang dikalahkan oleh Chico. Puncaknya adalah ketika ia berhasil menaklukkan sang unggulan kedua turnamen sekaligus andalan negara tetangga, Malaysia, yakni Lee Zii Jia dengan skor ketat dua dan game langsung.

Selebrasi Chico setelah menang atas Lee Zii Jia. (foto: badmintonindonesia)
Pertandingan tersebut menjadi pertandingan yang tak bisa dan tak mungkin bisa dilupakan oleh Chico. Apalagi setelah memenangkan pertandingan lawan Lee, ia 'mencuri' selebrasi andalan milik sang lawan yakni dab style. Sebenarnya tidak hanya bagi Chico, bagi pecinta bulutangkis Indonesia yang menyaksikannya mungkin tak akan mudah lupa dengan semifinal tersebut, karena di pertandingan itu perjuangan dan penampilan apik dari Chico sangat terlihat.

Keesokan harinya di partai final, Chico dibuat tidak berdaya oleh sang juara Asia junior asal China, Sun Feixiang dengan dua game langsung. Meskipun Chico harus puas dengan medali perak, hal tersebut tidaklah mengecewakan. Apa yang telah dicapai Chico saat itu tetaplah bagus, karena ia menjadi tunggal putra Indonesia kedua yang mampu melaju ke final Kejuaraan Dunia junior setelah Tommy Sugiarto pada tahun 2006.

Keberhasilan Chico meraih perak di WJC 2016 membuat masyarakat Indonesia sangat berharap dengan kemampuannya di masa depan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memimpikan Chico bersama seniornya yang masih muda pula, yakni Anthony Ginting, Jonatan Christie, dan Ihsan Maulana Mustofa untuk bisa bersaing dengan tunggal putra dunia seperti Lee Chong Wei, Lin Dan, Viktor Axelsen, Chen Long, dan yang lainnya.

Namun sayang beribu sayang, harapan kita semua yang dibebankan kepadanya, sepertinya terlalu berat. Sejak meraih medali perak tersebut hingga saat ini, masih belum ada gelar yang bisa dipersembahkan oleh Chico. Di tahun 2017, Chico diberi kesempatan 8 turnamen internasional, dimana semua turnamen tersebut berlevel International Series (IS) dan International Challenge (IC), yang bisa dibilang merupakan turnamen BWF level bawah. Pencapaian terbaiknya hanyalah mencapai semi final Iran International Challenge. Kala itu ia takluk dari seniornya, Panji Ahmad Maulana. Setelah itu ia pencapaiannya berlangganan di babak R1 hingga babak R3 dan sekali melaju ke babak delapan besar.

Pada tahun ini, Chico mendapatkan status SK Tetap di Pelatnas Pratama. Sebuah kesempatan yang seharusnya tidak disia-siakan olehnya, karena di sektor tunggal putra hanya ada 6 atlet yang mendapatkan SK tersebut. 4 di Pelatnas utama (Jonatan Christie, Firman Abdul Kholik, Anthony Sinisuka Ginting, dan Ihsan Maulana Mustofa) dan 2 di Pelatnas Pratama, salah satunya adalah dirinya dan pemain junior Ikhsan Leonardo Rumbay.

Berharap tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya, Chico memulai turnamen pertamanya tahun ini di Thailand Masters Super 300 (setara Grand Prix Gold), ia kalah di kualifikasi pertama dari Soo Teck Zhi. Selanjutnya di Indonesia Masters Super 500, Chico kembali takluk di kualifikasi pertama, kali ini menyerah atas sang senior, Sony Dwi Kuncoro. 2 kekalahan di babak kualifikasi pertama di turnamen elit membuat Chico akhirnya diberikan turnamen yang levelnya lebih rendah. Maret lalu ia mengikuti Vietam International Challenge, Chico akhirnya bisa meraih kemenangan perdana di tahun 2018 di babak pertama. Namun keesokan harinya, ia kalah dari Goh Chiap Chin asal Malaysia.

Dua minggu kemudian, Chico diikutkan dalam tur ke China Masters Super 100 (setara Grand Prix) bersama beberapa lainnya. Di turnamen tersebut Chico cukup apes. Meskipun babak pertama mendapat bye, namun di babak kedua ia sudah harus bertemu unggulan pertama, Hsu Jen Hao dan berakhir kekalahan rubber game dari wakil Taiwan itu. Terbaru, minggu ini ia turut tampil di Malaysia International Challenge, sayangnya ia kembali takluk di babak kedua dan dari wakil Taiwan lainnya yakni Hsueh Hsuan Yi.

Hingga pertengahan bulan April tahun ini, Chico sudah diberikan 5 turnamen dengan berbagai level. Mulai dari International Challenge hingga Super 500 atau setara dengan Super Series, namun hasil yang diraih olehnya masih minor. Sungguh pencapaian yang sangat mengecewakan bagi peraih medali perak Kejuaraan Dunia Junior. Padahal saat ini rival seangkatannya sudah bisa meraih gelar seperti Lee Zii Jia dengan PolishIS 2017, Sun Feixiang dengan ChinaIC 2017, dan Kantaphon Wangcharoen yang pernah menjadi finalis ThailandGPG 2017.

Sekarang mari kita menanti apa turnamen selanjutnya yang akan dijalani oleh Chico dan sebuah keharusan bagi dirinya untuk bisa memberikan hasil yang lebih baik. Namun semua itu kembali lagi kepada Chico, apakah ia ingin menyusul rival dan senior-seniornya di papan atas atau ingin disebut sebagai 'The Next Ocoy' . Ayo buktikan, Chico!!

Minggu, 08 April 2018

Review: Jelita Sejuba


Info:
Rumah Produksi: Drelin Amagra Pictures.
Produser: Krisnawati & Marlia Nurdiyani
Sutradara: Ray Nayoan
Penulis: Jujur Prananto & Ray Nayoan
Pemain: Putri Marino, Wafda Saifan Lubis, Aldy Maldini, Yayu Unru, dan Nena Rosier.

Sinopsis:
Kisah Cinta Sharifah dan Jaka memang tidak terlalu berliku, takdir seakan menpertemukan mereka dengan mudah. Tanpa pacaran bertele-tele, Jaka segera melamar Sharifah dan mereka pun menikah.
Namun, kisah cinta bukanlah melulu mengenai pertemuan. Menjalani kehidupan cinta dalam bentuk rumah tangga, apalagi rumah tangga keluarga tentara, mempunyai dinamika tersendiri.
Sharifah harus belajar menggenggam rindunya setiap kali Jaka ditugaskan. Bagaikan pesisir Sejuba yang dihiasi batu-batu cantik dan besar menantikan mentari esok, Sharifah akan terus menanti kepulangan belahan hatinya.


Review:
Tak banyak yang mengetahui film Jelita Sejuba ini, saya pun awalnya hanya sekedar tau dan abai. Namun setelah liat trailernya dan tau kalau sang pemenang Piala Citra 2017, Putri Marino ikut bermain, langsung saja tanpa pikir panjang saya memasukkan film ini ke list tontonan wajib bulan April.

Jelita Sejuba sudah asing di telinga, pas hari pertama hanya diberi jatah 2 bioskop di Jakarta pula, sedih sekali. Eh tapi alhamdulillah, dihari kedua tambah layar! Tambah sekitar 2-3 bioskop, lumayanla. Saya tonton dihari kedua di Cipinang (XXI ya bukan penjaranya), tak kira akan sepi gitu makanya beli tiket mepet bahkan telat karena antrian, ternyata penuh oey! Beruntungnya diriku nonton sendiri, ada satu tempat duduk yang kosong dan itu di A, langsung saya pilih. Masuk-masuk, penonton udah ketawa-ketawa. Ya telat beberapa menit, kumenyesal.

Film ini adalah jenis film nasional, ya tentara. Tapi agak berbeda ceritanya dengan film tentang TNI yang udah-udah, Jelita Sejuba ini menceritakan tentang kisah istri tentara. Diawali dengan keluguan 3 gadis Natuna yang jatuh cinta terhadap TNI yang bertugas di daerahnya, film ini sungguh menyenangkan. Jika ini film komedi, sungguh sukses sekali karena kita dibuat tertawa dan ngakak dengan tingkah laku dan ceplos-ceplosan para pemain baik 3 gadis Natuna maupun TNI-nya.

Setelah itu para TNI pamit meninggalkan Natuna, dipertengahan Sharifah mulai jatuh cinta dan berharap Jaka kembali. Ujug-ujug Jaka datang kembali dan langsung MELAMAR, lalu menikah. Iya tiba-tiba nikah aja gitu si Sharifah tanpa pacaran yang diumbar-umbar. Miriplah sama hidupnya Putri Marino yang tau-tau nikah. Sakit hatiku tuuu.

Kelar nikah, ntah ngapain aja (gak ditunjukkin soalnya) tiba-tiba Sharifah bilang hamil, disaat yang bersamaan Jaka juga bilang dia harus pergi bertugas ke Afrika. Gilee, baru kawin langsung ditinggal, 6 bulan pula lamanya. Nasib jadi istri tentara. Nah selama ditinggal itu Sharifah harus menjalani hidupnya sendiri pas lagi hamil. Eh sama emaknya deng. Gak tau dia kerja apa, kayanya sih jadi guru gitu di komplek TNI.

Berbulan-bulan telah dilalui, lalu telponan dan bikin harapan 2 bulan lagi bakal balik eh ternyata php, Jaka diperpanjang tugasnya. Alhasil tanpa suaminya lah itu Sharifah lahiran. Beberapa tahun kemudian, Jaka tiba-tiba balik nyamperin anaknya namanya Andika pas Sharifah lagi manggil-manggil Dika. Eh ketemu, langsung dah tuh kangen-kangenan. Oiya kasian deh, Bapaknya ga dikenalin sama anaknya sendiri:(

Singkat kata dan waktu, anaknya udah SD, Jaka bertugas lagi. Disini kurangnya, cukup banyak plothole yang jadinya dibuat bertanya-tanya. Tapi ya tetep ngalir gitu aja sih bisa dinikmatin. Dibagian ini campur aduk, anaknya si Andika bener-bener scene stealer cuy. Parah dah itu dia muncul lucu banget. Udah gitu dia bikin hiasan tulisan "Ayahku Pahlawanku" , terharu akutu. Sharifah dan Dika sabar menunggu Jaka pulang, mereka berdua beneran keliatan kaya anak dan ibu banget yang menantikan sang Ayah.

Saking seru dan lucunya film ini, sampe lupa kalau ternyata ini film tentang tentara. Sudah pasti ada plot twist yang gitu deh. Ga sanggup ceritainnya, tega ini pokonya. Dibuat ketawa-ketawa trus langsung dijatohin dibikin nangis sampe keluar studio.

Sebenernya masih banyak lagi, ada cerita tentang bapaknya, adiknya, sahabatnya, dan mantan gebetannya Sharifah. Tonton deh film ini seriusan, underrated banget. Selain itu kita juga dapet pemdangan yang indah, akting para pemainnya bagus khususnya Putri Marino. JUARA pokonya dia. Kita juga jadi tau gimana kisah tentang istri dari seorang tentara. Satu lagi, soundtracknya "Menunggu Kamu' dari Anji ini ngena banget.

Jumat, 30 Maret 2018

Review: Teman Tapi Menikah


Info:
Rumah Produksi: Falcon Pictures
Produser: HB Naveen & Frederica
Sutradara: Rako Prijanto
Penulis: Johanna Wattimena, Upi Avianto, Ayudia Bing Slamet, Ditto 'Percussion'
Pemain: Adipati Dolken, Vanesha Prescilla, Cut Beby Tsabina, Denira Wiraguna, Refal Hady, Diandra Agatha, Sari Nila.


Sinopsis:
Semenjak pertama kali bertemu, Ditto (Adipati Dolken) sudah suka setengah mati pada Ayu (Vanesha Prescilla). Bukan karena Ayu adalah seorang Artis, tapi karena Ayu suka bergaya gahar seperti Preman. Kocak! Sayangnya selama 11 tahun bersahabat, Ditto selalu gagal keluar dari friendzone.
Apapun usahanya, dari PDKT ke Ayu berkedok nge-band, sampai akhirnya menjadi musisi perkusi professional, di mata Ayu, Ditto adalah teman makan dan teman curhat semata. Untungnya, kehidupan cinta Ayu yang berliku-liku, sering diselingkuhi sana-sini, memastikan Ditto selalu di dekatnya sebagai tempat curhat langganan. Sampai suatu hari, Ayu bercerita bahwa ia akan menikah dengan pacarnya, seorang pria sempurna luar dan dalam.
Ditto harus memilih: menyatakan perasaan, atau merelakan cinta pertamanya jadi sahabat seumur hidup. Kalo saja Ayu tidak tahu kelemahan Ditto sebagai pacar: tidak setia.
Film ini terinsipirasi dari kisah persahabatan Ayudia Bing Slamet & Ditto Percussion yang tertulis di buku laris karya mereka: #TemanTapiMenikah.
Dengan gaya yang santai dan penuh canda, kedua entertainer asal Jakarta ini menceritakan hidup sebagai pasangan harusnya dimulai dari persahabatan, dan pada waktu yang tepat (baca: dengan kerja keras dan semangat pantang mundur ala Ditto) cinta itu akan muncul.



Review:
Awal tahun 2018 jadi tahun yang sibuk bagi Falcon. 3 Film mereka di tahun ini berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia, dari film Dilan yang mencapai lebih dari 6 juta penonton dan menuai protes banyak orang karena masa edar terlalu cepat, promo besar-besaran film Benyamin Biang Kerok yang berujung di ranah hukum, hingga film terbaru mereka Teman Tapi Menikah yang lagi dan lagi ramai karena promosi yang dilakukan dianggap hanyalah sebuah gimmick semata.

Meskipun sejak sebelum tayang film ini sudah banyak pro dan kontra serta memiliki banyak haters, namun tidak membuat saya mengurungkan niat untuk nonton ini. Hasilnya? Sangat puas. Sungguh menyenangkan sekali ketika menonton Teman Tapi Menikah ini.

Bukan Falcon namanya jika tidak membuat gebrakan-gebrakan baru, diawal sebelum mulai film, kita diperingatkan oleh Adipati Dolken & Vanesha Prescilla untuk tidak melakukan pembajakan film. Sederhana tapi keren, jadi ketauan kan kalau masih ada yang instastory di bioskop itu berarti dia gak punya mata, gak punya kuping, dan sudah pasti dia bodoh. Langkah yang brilian dari Falcon. Andai semua film menampilkan seperti itu mungkin gak akan lagi kita temui orang sibuk sosmed di bioskop.

Sudah, mari mulai masuk ke filmnya. Buat kalian yang menonton film Teman Tapi Menikah ini, jangan sampai datang terlambat! Bukan, bukan hanya mengganggu, tapi akan rugi juga. Kenapa? Karena ada alunan musik (apalah ini namanya) yang keren banget. Gokil sih dari pembukaannya udah bikin happy.

Bagusnya lagi, disini kita bakal dibuat terus-terusan seneng sepanjang film. Cerita film ini emang sederhana, mungkin banyak yang akan bilang ini ceritanya rasa ftv, bahkan dari judulnya aja juga udah ketebak endingnya bakalan gimana. Tapi ntah kenapa, film ini justru enak banget buat ditonton. Kita seakan dibawa ke dunianya Ditto dan Ucha dengan bumbu persahabatan mereka yang nyenengin. Dibuat ketawa dan senyum-senyum terus nontonnya liat tingkah konyol keduanya.

Adipati Dolken dan Vanesha Prescilla juga mainnya oke, Chemistry mereka bener-bener mantep, Dodot terlihat semakin mateng dan buat saya dia adalah orang yang akan meneruskan Reza Rahadian nantinya. Vanesha mulai sekarang jangan diragukan lagi. Setelah main bagus sebagai Milea yang kalem, kini dia lebih ekspresif dan gak kalah bagusnya sebagai Ucha (dan mungkin lebih bagus). Sungguh aset berharga bagi perfilman Indonesia itu dia, 2 film perdananya jadi pemeran utama dan gak mengecewakan. Jadi kedepannya siap-siap aja mereka bakal sering muncul di layar bioskop. Oiya lagu-lagunya yang ada di film ini juga pas banget dan mendukung keseruan filmnya. Apalagi soundtrack Hello You yang dibawain Iqbaal juga enak euy.

Kekurangan dari film ini apa ya? Mungkin masalah latar waktunya kali ya. Dari SMP sampe kuliah dan kerja nggak begitu jelas. Apalagi Vanesha sebagai Ayu dari ga ada perbedaan sama sekali dari penampilannya. Beda dengan Adipati sebagai Ditto yang pas SMP keliatan culun dan berubah pas dewasa.

Terakhir kayaknya bisa jadi pelajaran buat PH-nya nih, lebih sukses dan dapet banyak respon positif kan bikin film drama yang diangkat dari novel daripada bikin film remake/reborn/reboot atau apalah itu dan dapet banyak tanggapan negatif?


Trailer:
https://www.youtube.com/watch?v=Mr6bsJwYGp4

Rabu, 28 Maret 2018

Review: Danur 2: Maddah

Info:
Rumah Produksi: MD Pictures & Pichouse Films
Produser: Manoj Punjabi
Sutradara: Awi Suryadi
Penulis: Lele Laila
Pemain: Prilly Latuconsina, Bucek, Sophia Latjuba, Sandrinna Michelle Skornicki, Shawn Adrian Khulafa, Gamaharitz, Kevin Bzezovski, Alexander Brain, Matt White, Justin Rossi, Elena Victoria Holovcsak.


Sinopsis:
Risa (Prilly Latuconsina), remaja perempuan yang memiliki 3 sahabat hantu bernama Peter (Gamaharitz), William (Alexander Bain) dan Jhansen (Kevin Bzezovski). Risa kini tinggal bersama adiknya Riri (Sandrina Michelle), yang sudah mulai jengah dengan kemampuan Risa bisa melihat hantu. Apalagi mereka untuk sementara hanya tinggal berdua karena ibunya menemani bapaknya dinas diluar negeri. Keluarga pamannya, Om Ahmad (Bucek) baru pindah ke bandung bersama istrinya, Tente Tina (Sophia Latjuba) dan Angki (Shawn Adrian) anaknya. Risa dan Riri sering berkunjung bahkan menginap di rumah om Ahmad dan Tante Tina.
Risa awalnya tidak merasa ada yang aneh dengan rumah Om Ahmad, namun suatu hari Risa memergoki Om Ahmad pergi bersama seorang wanita, Risa hampir tidak percaya bahwa Om nya selingkuh, Risa tidak berani bilang ke tante Tina dan memilih menyelidiki sendiri. Namun setelah itu Angki bercerita beberapa hal janggal terjadi dan yang paling aneh adalah sikap Om Ahmad berubah. Suatu malam Risa diganggu oleh sosok hantu perempuan menyeramkan dirumah itu. Apakah benar Om Ahmad selingkuh? Apa hubungan nya dengan terror hantu wanita di rumah itu yang mengganggu keluarga Om Ahmad termasuk Risa?
Apakah Peter dan kawan kawan akan datang membantu Risa meskipun Peter memperingatkan risa sebelumnya tentang roh jahat berbahaya di rumah Om Ahmad itu?


Review:
Keberhasilan film 'Danur: I Can See Ghost' yang mampu meraih jumlah penonton sampai 2,7 juta membuat film Danur 2: Maddah ini sangat ditunggu-tunggu. Ditambah lagi Danur yang pertama menuai pro dan kontra, ada yang menganggap sebagai film horror terbaik, ada pula yang menilai film tersebut hanyalah ajang senam jantung tanpa memperdulikan alur cerita. Kedua hal tersebut menjadi tugas berat bagi semua yang terlibat untuk memproduksi sekuelnya agar bisa lebih baik dari yang pertama.

Benar saja, Danur 2: Maddah ini membuat peningkatan yang cukup signifikan. Jika di film pertama terlalu banyak jumpscared yang terkesan asal-asalan, di Maddah kali ini dibuat menjadi lebih sabar dan tidak terburu-buru sehingga jumpscared yang ditampilkan tepat dan cukup membuat saya menarik nafas panjang. Selain itu pengambilan gambar yang keren mampu menambah kengerian di setiap adegan horrornya. 

Oiya di film ini juga ada beberapa adegan yang bagi saya lumayan serem, sayangnya adegan yang paling menyeramkan justru sudah ditampilkan dalam trailernya yakni adegan waktu lagi dzikir. Sungguh sangat-sangat disayangkan, padahal andai gak ada di trailer pasti bisa lebih mengerikan.

Ide cerita yang dibuat pun sebenarnya termasuk masih segar di perfilman Indonesia sehingga cukup menarik, sayangnya tidak bisa berkembang dengan baik. Jika kita berharap bisa melihat bagaimana kisah persahabatan antara Risa dengan 'teman-temannya' maka di film ini harapan kita tak akan tercapai. Sedikit sekali Peter CS hadir di film ini, Risa lebih sibuk dengan urusan menolong masalah keluarga pamannya seorang diri.

Terakhir, film ini tidak meninggalkan kesan traumatis yang membekas setelah menontonnya. Tidak seperti Danur pertama dengan lagu Boneka Abdi-nya yang bikin terngiang-ngiang di kepala, Maddah tidak ada seperti itu. Ketika keluar bioskop ya sudah selesai begitu aja semuanya jadi biasa aja.


Trailer:

Pembuktian Fajar/Rian di Piala Thomas Perdana

Fajar/Rian menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia di babak delapan besar Piala Thomas 2018 (dok. PBSI) Pasangan ganda putra ...